Pemanfaatan SMS Gateway dengan Sistem Auto Reply untuk Menentukan Kebutuhan Gizi Individu Berdasarkan Data Antropometri

LATAR BELAKANG

     Sekarang ini yang kemajuan teknologi informasi membuat layanan SMS ini semakin berkembang, salah satunya perkembangan sistem layanan SMS adalah sistem SMS Gateway auto reply. SMS Gateway merupakan pintu gerbang bagi penyebaran Informasi dengan menggunakan SMS. Anda dapat menyebarkan pesan ke ratusan nomor secara otomatis dan cepat yang langsung terhubung dengan database nomor-nomor ponsel saja tanpa harus mengetik ratusan nomor dan pesan di ponsel anda karena semua nomor akan diambil secara otomatis dari database tersebut. Selain itu, dengan adanya SMS Gateway anda dapat mengustomisasi pesan-pesan yang ingin dikirim. Sistem ini memiliki kemampuan menerima dan atau menyampaikan informasi lewat SMS dan mengelola informasi tersebut dari dan atau ke dalam bank data (database). Sistem ini juga memiliki kemudahan dalam mengatur aturan proses bisnis yang diinginkan seperti : bagaimana mengelola data SMS yang diterima, melakukan pencarian informasi, dan menyimpan informasi. Pengaturan tersebut dapat dengan mudah dilakukan oleh Administrator lewat alat bantu konfigurasi aplikasi yang telah ada.

     Peningkatan pelayanan pemberian informasi sesuai kebutuhan dengan cepat dan akurat dimanapun pengguna informasi berada merupakan keunggulan yang diberikan oleh Sistem Informasi SMS ini. Sistem ini juga menyediakan beberapa cara penyampaian informasi lewat SMS yang dapat dipilih sesuai kebutuhan. Dengan menggunakan program tambahan yang dapat dibuat sendiri, pengirim pesan dapat lebih fleksibel dalam mengirim berita karena biasanya pesan yang ingin dikirim berbeda-beda untuk masing-masing penerimanya.

PEMANFAATAN SMS UNTUK MENENTUKAN KEBUTUHAN GIZI

     SMS (Short Message Service) merupakan teknologi pengiriman pesan singkat secara cepat dan akurat yang sudah memasyarakat karena mudah dalam mengoperasikannya dengan biaya terjangkau. Informasi kebutuhan gizi dapat diperoleh dengan mengintegrasikan antara sistem SMS Gateway dan database kebutuhan gizi individu. Untuk menjalankan program sms dalam menentukan kebutuhan gizi individu diperlukan beberapa perangkat yakni hardware berupa komputer dan handphone, software seperti UEA dan langganan ke perusahaan SMS Gateway dan tentu saja database untuk diintegrasikan dengan sistem kerja SMS.

    Database yang dimaksud berupa data mengenai kebutuhan gizi individu normal yang berisi variabel-variabel berupa usia, berat, tinggi seseorang dan data kebutuhan Energi, Karbohidrat, Protein, dan Lemak. Jadi prinsipnya adalah dengan tinggi badan, berat badan, jenis kelamin dan usia tertentu akan dapat diketahui kebutuhan gizi individu melalui perhitungan kebutuhan gizi (Harris Benedict) dan disesuaikan dengan jenis kelaminnya. Namun ketentuannya adalah individu yang normal karena pada individu yang menderita penyakit tertentu memiliki perhitungan kebutuhan gizi yang tertentu pula yang tidak difasilitasi dalam layanan SMS ini.

Perhitungan Harris Benedict dapat diperoleh sebagai berikut :

Laki-laki :

Kebutuhan Energi       = 66 + 13,7 (Berat) + 5 (Tinggi) – 6,8 (Usia)

Perempuan :

Kebutuhan Energi       = 655 + 9,6 (Berat) + 1,7 (Tinggi) – 4,7 (Usia)

     Kemudian untuk kebutuhan Protein, Lemak, dan Karbohidratnya disesuai- kan dengan prinsip gizi seimbang yakni kebutuan Karbohidrat 60 % kebutuhan energi, Protein 15% dari kebutuhan energi dan lemak 25% dari kebutuhan energi. Nantinya akan didapatkan data pada usia tertentu dengan jenis kelamin laki-laki/perempuan akan membutuhkan energi, protein, lemak, dan karbohidrat yang tertentu pula.

GAMBARAN UMUM MODEL

     Setelah database diintegrasikan kedalam sistem SMS Gateway autoreply ini, maka secara otomatis akan memberikan feedback kepada end-user berupa data kebutuhan gizi seperti yang telah dijelaskan diatas. Diasumsikan bahwa sistem ini hanya menangani penentuan kebutuhan gizi seseorang melalui SMS. Model yang digunakan terdiri dari input, proses dan output. Input à Proses (integrasi database) à Output. Format sms yang digunakan oleh end-user berisi data antropometri mereka yakni REG <spasi> umur <spasi> jeniskelamin <spasi> beratbadan <spasi> tinggibadan. Format SMS balasan untuk end-user yakni :

 

Kebutuhan gizi anda adalah sebagai berikut :

Energi                         : 2150 kkal

Karbohidrat               : 322,5 gr

Protein                        : 80,625 gr

Lemak                        : 59,7 gr

     Jika terjadi kesalahan format SMS dari end-user maka sistem akan membalas SMS dengan format SMS dikirim salah, ikuti format berikut REG <spasi> umur <spasi> jeniskelamin <spasi> beratbadan <spasi> tinggibadan.

ANALISIS BIAYA

     Tentu saja setiap penggunaan teknologi informasi membutuhkan biaya yang cukup besar untuk menyediakan pelayanan. Begitu pula dengan pemanfaatan teknologi SMS yang bagi masyarakat umum merupakan hal yang cukup sering digunakan dan dengan biaya yang terjangkau. Untuk menyediakan layanan berbasis teknologi dengan SMS gateway ini membutuhkan biaya untuk provide dan maintenance. Bagi perusahaan, keuntungan menyelenggarakan sms gateway ini adalah, mendapatkan bagi hasil dari pulsa pelanggan yang dipotong, misalnya setiap sms kepotong Rp 500,- maka keutungan yang bisa dibagi adalah setelah dikurangi biaya sms Rp 350,- (untuk provider GSM) yaitu Rp 150,-, duit 150 ini dibagi 3 dengan prosentase sesuai kesepakatan, untuk perusahaan penyedia layanan SMS gateway 50% dan 50% untuk maintenance nya. misalnya pihak perusahaan mendapatkan jatah 50% dan misalnya mempunyai pelanggan sms konten sebanyak 10.000 orang. sms konten dikirim ke pelanggan setiap hari, maka keuntungan dalam sebulan adalah : 10.000 x 30 hari x Rp 75 = Rp22,500,000,-

     Untuk menyelenggarakan layanan sms gateway ini, dibutuhkan programmer untuk membuat software pengolahan data sms, programmer bisa SDM internal perusahaan atau menyewa jasa programmer freelace atau perusahaan pembuat software.

 

KELEMAHAN MODEL

     Kelemahan dari SMS gateway ini adalah model yang fixed, dalam artian bahwa format yang diterima dan disajikan itu sudah ketentuan dari sistem sehingga jika ada SMS input yang tidak sesuai dengan formatnya sedikit saja maka secara otomatis sistem akan menolak untuk memberikan informasi yang dibutuhkan pelanggan. Selain itu biaya yang dibutuhkan pelanggan untuk memanfaatkan layanan ini pada umumnya cukup besar dan bervariasi mulai dari Rp 500,- hingga Rp 2.000,- sehingga cenderung hanya pelanggan yang betul-betul butuh akan informasi yang ingin memanfaatkan layanan penyedia informasi kebutuhan gizi. Padahal layanan ini semestinya dimanfaatkan setiap orang agar ada kecenderungan dari setiap orang untuk memperhatikan status gizinya.

SIMPULAN

    Teknologi SMS dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sistem sesuai yang dibutuhkan dengan memperhatikan aspek kecepatan dan biaya. Untuk mengembangkan teknologi SMS gateway yang diintegrasikan dengan database dalam rangka menyediakan informasi mengenai kebutuhan gizi individu adalah suatu langkah yang cukup baik dalam upaya memberikan infomasi gizi dan memberi daya ungkit terhadap program masyarakat sadar gizi. Selain itu pembuatan layanan SMS gateway ini cukup mudah untuk direncanakan dan untuk masyarakat pun sangat mudah untuk dimengerti. Melalui media SMS masyarakat dapat memperoleh informasi dengan cepat dan praktis karena bisa diperoleh dimana saja pelanggan berada.

REFERENSI

  1. Sumardi,dkk., PEMANFAATAN ”SMS” SEBAGAI MEDIA PENGAJARAN MEMBACA DAN MENULIS PERMULAAN DI KELAS RENDAH, diambil dari Jurnal Penelitian Pendidikan Vol 12 No. 1 tahun 2011.
  2. Hermaduanti, dkk., SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN BERBASIS SMS UNTUK MENENTUKAN STATUS GIZI DENGAN METODE K-NEAREST NEIGHBOR, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2008 (SNATI 2008), 2008.
  3. Anonim, SMS Gateway, Smart Messaging System, CV. Pilar Cipta Solusi, Yogyakarta, 2006.

Nested Case Control

Nested case control study atau studi kasus kontrol yang disarangkan merupakan suatu desain penelitian kasus kontrol yang disarangkan dalam suatu studi kohort. Kita ketahui bahwa studi kohort memerlukan waktu yang lama untuk me-follow up suatu kasus dan tentu saja memerlukan biaya yang cukup besar pula. Sehingga dianggap desain penelitian ini kurang efisien dan efektif untuk meneliti suatu kasus yang jarang terjadi. Namun Karena pengamatan kontinu & longitudinal, memiliki kekuatan yg andal utk meneliti masalah kesehatan yg makin meningkat.

Nested case control menyajikan desain penelitian yang berbasis kohort dan memiliki kasus dan kontrol pula. Kelebihan dari desain ini adalah efisiensi biaya, dan juga pengamatan yang dilakukan secara continue dan longitudinal sehingga memiliki kekuatan untuk menjelaskan masalah kesehatan dan menerangkan hubungan dinamika antara faktor resiko dengan efeknya secara temporal dan dengan seefisien mungkin.

sederhananya diagram nested case control
gambar: http://www.hsrmethods.org

Seperti desain kasus kontrol yang langkah awalnya mendefinisikan populasi untuk mencari kasus lalu memasangkannya dengan kontrol, nested case control pun dimulai dari defined population untuk menentukan kasus yang dipilih lalu mencari subjek sebagai kontrolnya. Dalam menentukan control dari 1 kasus pada desain case control, semakin besar control semakin besar pula power dalam menentukan ada hubungan antara faktor resiko dengan kasus. Akan tetapi yang paling optimal hanya sampai 4 kontrol untuk 1 kasus, Karena jika >4 kontrol tidak akan memberikan perbedaan power yang signifikan dengan 4 kontrol saja.

Tujuan dari nested case control ini adalah untuk membandingkan sejarah (dan kadang-kadang pengukuran klinis kontemporer) dari individu-individu yang mengembangkan penyakit dengan mereka yang tidak mengembangkan penyakit tersebut selama masa studi. Nested studi kasus-kontrol adalah metode yang efisien untuk mempelajari hubungan kasus kontrol antara kohort sekali jumlah kasus muncul.

Contoh study nested case control :

Misalkan ingin melihat kadar kolesterol tinggi yang berdampak pada kejadian Coronary Heart Disease (CHD) pada 5.000 orang di suatu populasi.

Untuk desain kohort prospective, tahap awal adalah melakukan screening orang yang memiliki kolesterol tinggi dan tidak, sehingga perlu dilakukan uji kolesterol yang tentu saja memerlukan biaya yang besar. Misalkan sekali periksa Rp 100.000 à 5.000 orang = Rp 500.000.000,-. Setelah itu dilakukan follow up bagi orang yang memiliki kolesterol tinggi dan  tidak hingga terjadi kasus CHD.

Sedangkan untuk desain nested case control, tahap awal adalah melakukan pengambilan sampel darah untuk 5.000 orang yang mungkin biayanya hanya Rp.10.000 à 5.000 orang = Rp 50.000.000,-. Kemudian sample darah disimpan di freezer. Kemudian 5.000 orang itu dilakukan follow up hingga terjadi kasus CHD. Misalkan hingga tahun ke 3 diperoleh 100 orang yang terkena CHD, maka diantara 4.900 orang sisanya dipilih secara random sebagai control. Lalu dari 200 orang yang terpilih sebagai kasus dan kontrol tersebut dilakukan pemeriksaan kadar kolesterol pada darah yang disimpan tadi, mana yang mengandung kolesterol tinggi dan tidak dengan biaya 200 orang x Rp 100.000 = Rp 20.000.000,-. Secara keseluruhan biaya yang digunakan hanya Rp 70.000.000

Dari contoh kasus diatas dapat dilihat bahwa nested case control memiliki kelebihan dalam hal efisiensi biaya penelitian. Namun penelitian ini masih sangat jarang dilakukan di Indonesia, mungkin saja karena keterbatasan waktu penelitian, dan kasus yang ingin diteliti.

Advokasi Gizi

     Menurut definisi dari WHO, advocacy is a combination on individual and social support design to gain political commitment, policy support, social acceptance, system support for particular health goal and programme. Sedangkan menurut ahli retorika Foss (1981) mengatakan bahwa advokasi merupakan suatu upaya persuasif yang mencakup kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi, dan rekomendasi tindak lanjut mengenai sesuatu. Dari definisi tersebut bisa dipahami bahwa advokasi merupakan suatu action yang berupaya menarik dukungan politis dan sosial mengenai sesuatu yang dianggap sangat penting untuk mendapatkan dukungan. Ada dua item penting menyangkut kegiatan advokasi yakni, data dan informasi. Data yang dimiliki haruslah valid dan accountable, selain itu penyajian informasi dengan menarik dapat menopang keberhasilan kegiatan advokasi tersebut.

     Untuk seorang akademisi bidang gizi dan ahli gizi, advokasi harus dilakukan mengingat dukungan penentu kebijakan pelaksananya tidaklah signifikan menyangkut masalah-masalah gizi yang kian banyak di negara kita. Advokasi sendiri ditujukan kepada penentu kebijakan dengan upaya persuasif untuk memperoleh dukungan dan kepedulian dari para pemegang kebijakan terkait gizi. Kemudian muncul pertanyaan, mengapa perlu advokasi bidang gizi? Design advokasi ini mencakup stakeholders dan para pemegang kebijakan, melalui komunikasi aktif, pendekatan politik, dan media, kegiatan advokasi ini dapat dilakukan. Cara pandang dan pemahaman mengenai permasalahan gizi, komitment terhadap kesehatan masyarakat adalah informasi kunci untuk menarik dukungan dari legislatif dan eksekutif.

     Gizi merupakan aspek terpenting dari Indeks Pembangunan Manusia, para practitioner menempat gizi sebagai pondasi dari beberapa bidang seperti pendidikan, kesehatan, politik, sosial, ekonomi, gender, dan hak-hak asasi. Dengan peranan gizi yang multi dimensi dan lintas sector, maka seharusnya dukungan untuk bidang gizi ini besar. Berdasarkan data IPM, Indonesia menempati urutan 111 untuk tingkat gizi dan kualitas SDM nya. Di Indonesia, banyak pihak yang belum mengetahui pentingnya gizi bagi kehidupan, gizi seringkali masih kalah prioritas jika dibandingkan dengan bidang ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Oleh karena itu, jika ingin meningkatkan tingkat IPM Indonesia di mata dunia, diperlukan kesadaran dari semua pihak dan semua sector serta upaya khusus untuk menopang penanganan masalah gizi.

      Bercermin dari fakta diatas, maka salah satu upaya khusus untuk mencapai itu semua adalah dengan melakukan upaya pendekatan-pendekatan yang persuasif, komunikatif, dan inovatif, serta memperhatikan setiap segmen sasaran perbaikan. Sehubungan dengan itu semua, advokasi gizi kepada semua pihak terkait sangatlah dibutuhkan terutama kepada penentu kebijakan, berbagai sector, dan lembaga perwakilan rakyat. Salah satu bahan yang dapat dijadikan rujukan atau informasi agar penentu kebijakan tertarik dan peduli adalah meyakinkan bahwa gizi merupakan hak asasi manusia, dan investasi bagi negara karena dengan meningkatkan status gizi, IPM bisa meningkat sehingga kualitas SDM negara juga tinggi. Dengan adanya dukungan dari penentu kebijakan dan masyarakat, tentunya gizi tidak lagi di anak tirikan, sehingga tahap demi tahap banyak orang dapat sadar akan pentingnya aspek gizi ini.

      Perlu diketahui bersama bahwa tujuan umum kegiatan advokasi gizi ini tidak lain adalah untuk memperoleh dukungan dan komitmen dalam upaya perbaikan gizi masyarakat yang merupakan hak setiap warga negara Indonesia yang wajib dipenuhi baik berupa kebijakan yang pro rakyat, dana, bantuan sarana dan prasarana, kemudahan, tindakan riil, dan segala bentuk dukungan sesuai kondisi yang ada. Adapun target yang ingin dicapai yakni kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi, penyediaan anggaran untuk program gizi, perubahan perilaku masyarakat menuju gizi seimbang, perbaikan status gizi masyarakat, dan komitmen para pengambil keputusan untuk bersama-sama memecahkan masalah gizi di Indonesia. Advokasi kepada pihak yang menentang juga diperlukan untuk meminimalisir adanya konflik kepentingan dan politik diantara pihak-pihak yang potensial untuk itu.

     Untuk melihat keberhasilan advokasi ini, ada beberapa indicator yakni output berupa keterlibatan, dukungan dan kesinambungan yang diberikan oleh sasaran advokasi yang diimplementasikan kedalam action, dukungan dana, sarana, dan kemudahan. Salah satu contoh keberhasilan advokasi gizi ini adalah dukungan anggaran APBD untuk pembangunan Rumah Pemulihan Gizi, dan pembangunan BPP GAKY.

Analisis Kebijakan Kesehatan Rasional Mengenai Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Puskesmas

Alur SPM

     Puskesmas dan jaringannya sebagai fasilitas pelayanan kesehatan terdepan yang bertanggung jawab di wilayah kerjanya, saat ini keberadaannya sudah cukup merata. Namun demikian, masih terdapat berbagai masalah yang dihadapi oleh Puskesmas dan jaringannya dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya diantaranya yang mendapat perhatian adalah pelayanan dasar yang dimiliki Puskesmas belum mencapai Standar Pelayanan Minimal (SPM). Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain adalah keterbatasan biaya operasional untuk pelayanan kesehatan padahal luas wilayah kerja dan sasaran masyarakat resiko tinggi sangatlah luas. Selain itu Kurangnya perhatian tenaga kesehatan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di tingkat desa terpencil karena akses wilayah yang sangat sulit dengan insentif yang kecil dan tidak adanya sarana transportasi yang minim untuk mengakses wilayah kerja yang luas dan sulit tersebut. Selain itu pula kurangnya alat kesehatan dan tenaga kesehatan jika dibandingkan dengan yang seharusnya dibutuhkan menjadikan alasan mengapa SPM di tingkat pelayanan kesehatan itu belum tercapai.

     Karena alasan yang multifaktorial tersebut maka pemerintah pusat melalui Kementrian Kesehatan mencoba untuk merumuskan suatu kebijakan sebagai bentuk upaya dalam menyelesaikan masalah tersebut. Beberapa kebijakan pemerintah yang dicanangkan diantaranya ialah Penyaluran Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) kepada Pemerintah daerah untuk disalurkan ke Puskesmas, hal ini dimaksudkan agar puskesmas mampu mengelola keuangan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan kondisi dari Pusksesmas tersebut. Selain itu pemerintah juga mengusulkan suatu kebijakan pemberian bantuan alat kesehatan (Alkes) di Pelayanan Kesehatan Daerah dengan harapan alat-alat kesehatan tersebut mampu meningkatkan kinerja Pusksesmas. Pelatihan rutin Tenaga Kesehatan (Nakes) yang ada di Puskesmas terkait profesi dan bidang masing-masing juga diusulkan mengingat tenaga kesehatan yang ada terkadang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan profesinya. Kebijakan mengenai peningkatan fasilitas Puskesmas khususnya gedung dan rumah dinas cukup baik karena membantu Puskesmas untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan lebih cepat karena gedung yang memadai dan tenaga kesehatan yang tinggal di rumah dinas dekat dengan puskesmas tempat mereka bekerja.

     Pemerintah pusat memutuskan untuk menerapkan kebijakan pemberian Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) kepada Puskesmas di daerah. Bantuan Operasional Kesehatan(BOK) bagi Puskesmas sebagai kegiatan inovatif di samping kegiatan lainnya seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Persalinan (Jampersal). Penyaluran dana BOK merupakan salah satu bentuk tanggung jawab pemerintah dalam pembangunan kesehatan bagi masyarakat di pedesaan/kelurahan khususnya dalam meningkatkan upaya kesehatan promotif dan preventif guna tercapainya target Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan tersebut. Tujuan dan penyaluran dana BOK ini pun tidak hanya meningkatnya akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat melalui kegiatan promotif dan preventif Puskesmas untuk mewujudkan pencapaian target SPM Bidang Kesehatan melainkan sebagai upaya mencapai tujuan MDGs pada tahun 2015. Sehingga diharapkan kebijakan ini bisa lebih efektif dan efisien untuk diterapkan.